Postingan

BUTO WIRAGORA

Wiragora  dalam legenda masyarakat Indramayu dipercayai sebagai tokoh Antagonis dari jenis Siluman yang mendiami kedalaman sungai Cimanuk. Tokoh ini merupakan lawan dari tokoh Pendiri Indramayu Wiralodra. Jika Wiralodra digambarkan sebagai seorang bijak, pendiri bangsa, maka Wiragora sebaliknya. Kelakuannya buruk tidak dapat ditiru.  Entah dari mana sumber kisah mengenai tokoh yang satu ini, meningat dalam naskah-naskah babad yang mengisahkan tentang pendirian Indramayu, tidak ditemui tokoh Wiragora ini. Biarpun demikian kisah mengenai Wiragora ini sering dimankan dalam pertunjukan seni Sandiwara di Indramayu. Wiragora dalam pertunjukan pentas Sandiwara biasanya ditampilkan dalam wujud Buto atau orang Indramayu menamainya dengan sebutan Buta, sejenis siluman raksasa yang jika tertawa dan berbica menggelegar. Menakutkan memang, rupa fisiknya mirip Buto Ijo dalam legenda di Pulau Jawa.  Asal-Usul Wiragora Jika merujuk pada seni pentas Sandiwara yang biasa dimainkan, Wirago

Barongsai

Gambar
Barongsai adalah tarian tradisional Tiongkok dengan menggunakan sarung yang menyerupai singa. Barongsai memiliki sejarah ribuan tahun. Catatan pertama tentang tarian ini bisa ditelusuri pada masa Dinasti Chin sekitar abad ketiga sebelum masehi.

RAHWANA

Gambar
Dalam mitologi Hindu, Rahwana', Prabhu Dasa, Prabhu Dasamuka (Devanagari: रावण , IAST Rāvaṇa; kadangkala dialihaksarakan sebagai Raavana dan Ravan atau Revana) adalah tokoh utama yang bertentangan terhadap Rama dalam Sastra Hindu, Ramayana. Dalam kisah, ia merupakan Raja Alengka, sekaligus Rakshasa atau iblis, ribuan tahun yang lalu dalam kesenian Rawana dilukiskan dengan sepuluh kepala, yang menunjukkan bahwa ia memiliki pengetahuan dalam Weda dan sastra. Karena punya sepuluh kepala ia diberi nama "Dasamukha" ( दशमुख , bermuka sepuluh), "Dasagriva" ( दशग्रीव , berleher sepuluh) dan "Dasakanta" ( दशकण्ठ , berkerongkongan sepuluh). Ia juga memiliki dua puluh tangan, menunjukkan kesombongan dan kemauan yang tak terbatas. Ia juga dikatakan sebagai ksatria besar. Menurut mitologi Hindu, Rahwana atau dengan nama lain Prabu Dasamuka adalah tokoh utama antagonis yang melawan Rama dalam kisah Ramayana. Di mana ia adalah seorang raja yang dengan julukan R

Tari Topeng dalam Kesenian Burok

Gambar
Seni tari menjadi salah satu kekayaan budaya yang dimiliki oleh Indonesia. Setiap daerah memiliki tari-tarian dengan keunikannya sendiri. Misalnya, Tari Topeng dari Cirebon, Jawa Barat, merupakan seni tari pertunjukan yang sarat akan simbol-simbol bermakna yang diharapkan bisa dipahami oleh penontonnya. Simbol-simbol yang dimaksud bisa berupa nilai kepemimpinan, cinta, atau kebijaksanaan yang disampaikan melalui media Tari Topeng.   Bahkan di Cirebon, Sunan Gunung Jati dan Sunan Kalijaga menggunakan tarian ini sebagai alat untuk menyiarkan agama Islam, sekaligus menjadi hiburan di lingkungan keraton.

Badawang Kesenian Burok

Gambar
Seni Burok adalah salah satu kesenian rakyat yang sangat terkenal dan digemari di kalangan masyarakat Brebes dan sekitar Cirebon. Menurut cerita seni Burok sudah ada sekitar tahun 1934. Awalnya ada seorang penduduk desa Kalimaro Kecamatan Babakan bernama Kalil membuat sebuah kreasi baru seni Badawang (boneka-boneka berukuran besar) yaitu berupa Kuda Terbang Buroq, konon ia diilhami oleh cerita rakyat yang hidup di kalangan masyarakat Islam tentang perjalanan Isra Mi’raj Nabi Muhamad SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha dengan menunggang hewan kuda bersayap yang disebut Buroq.

Sisingaan

Gambar
Burokan   hanya ada di Kota Cirebon, maka dari itu seni Burokan tidak banyak diketahui oleh orang-orang. Kesenian burokan berawal dari sekitar tahun 1943, dari seorang penduduk di Desa Kalimaro Kecamatan Babakan yang bernama Abah Kalil yang membuat sebuah seni, contohnya seperti boneka-boneka berukuran besar atau yang disebut Burokan (Kuda Sembrani).

BOBODORAN SANDIWARA

Pertunjukan reog itu terdiri dari dua bagian. Yaitu; pertama berupa atraksi bodoran/lawakan sandiwara, dan kedua berupa drama yang mengambil cerita dari kebiasaan masyarakat daerah tersebut. Pada saat bersamaan, di daerah Jamblang Klangenan muncul pula sebuah kesenian yang lazim disebut toneel (tonil) dengan nama Cahya Widodo. Kesenian ini setiap hari selama berbulan-bulan melakukan narayuda (ngamen). Kedua jenis kesenian tersebut kemudian mengilhami seorang pemuda dari Kampung Langgen, Desa Wangunarja, Klangenan, Cirebon, yang bernama Mursyid untuk mendirikan kesenian baru di daerah Cirebon. Mursyid mengumpulkan para pemuda dari lingkungan sekitar untuk bersama-sama mendirikan perkumpulan kesenian yang memadukan reog sepat dan tonil Cahya Widodo. Kesenian ini adalah drama gaya Cirebonan dengan iringan musik yang didukung oleh waditra berlaraskan prawa. Kesenian perpaduan itu dinamakan jeblosan yang, menurut mereka, berarti “pertunjukan tonil tanpa layar tutup” (jeblas-jeblos; baha