BADUT
Badut merupakan
bentuk kesenian rakyat yang menitikberatkan pada lawakan dengan diselingi
tarian dan lagu yang dibawakan oleh para pemain Badut dengan
iringan karawitan. Dalam pertunjukannya Badut dibantu oleh dua
penari Gambyongan.
Badut dibawakan oleh dua orang pemain laki-laki. Badut tidak
memiliki cerita dan penokohan tertentu dalam melawak. Sudah menjadi keharusan
yang berlaku di masyarakat bahwa seorang pemain Badut merupakan
keturunan dari pemain Badut. Badut memberikan
nasehat dan petuah melalui lawakan dan lagu yang dilakukan dengan sederhana
sesuai kemampuannya.
Pendukung kesenian Badut terbagi
menjadi dua, yaitu penari dan pengiring. Penari dalam Badut terbagi
menjadi tiga bagian, yaitu: penari Gambyongan yang dibawakan
oleh dua orang penari wanita, Tari Kembang Jeruk yang
dibawakan oleh satu orang penari yang diambil dari penari Gambyongan,
dan Tari Ledhekan yang dibawakan oleh dua orang penari Gambyongan dan
seorang pemain Badut. Pendukung lainnya dalam kesenian Badut adalah
pengiring. Pengiring Badut semuanya laki-laki berjumlah tujuh
sampai sepuluh orang.
Badut dalam
sajiannya berisi lawakan dengan diselingi tarian yang menggunakan gerakan
bebas. Badut memiliki julukan Badut Ta dan Badut
Bul. Gerakan Badut Ta antara lain mengangkat kedua
tangan sejajar badan, tangan kiri menghadap ke atas dan tangan kanan membawa
obor yang menyala. Posisi kaki kiri di depan dan kaki kanan di belakang sambil
jalan di tempat. Badut Ta dan Badut Bul berdiri
berhadapan arah utara dan selatan, kemudian keduanya menari dengan
gerakan ukel. Setelah delapan hitungan berganti arah yaitu arah
timur dan barat dengan posisi badan saling membelakangi dan berlutut selama
empat hitungan, kemudian berdiri berhadapan dan melakukan ukel.
Rias dibagi menjadi dua, yaitu rias
cantik untuk Tari Gambyongan, Kembang Jeruk, dan Ledhekan,
serta rias lucu untuk Badut. Penari Gambyongan mengenakan
busana kain panjang motif bebas, di bagian kemben atau angkin menggunakan
motif jumputan. Busana dilengkapi dengan sampur yang
diletakkan di kedua bahu penari dan konde di bagian kepala. Pada penari Kembang
Jeruk mengenakan sampur, angkin jumputan, kain
panjang, jamang dan sumping. Rias pada Badut
Ta dan Badut Bul merupakan rias lucu. Riasan Badut
Ta menggambarkan riasan badut perempuan sedangkan Badut Bul menggambarkan
riasan badut laki-laki. Selain riasan, Badut juga membutuhkan busana yang
menunjang penampilannya. Badut Ta mengenakan
busana yang terdiri dari kaos, celana panjang, sabuk besar, sampur
yang dililitkan di leher, dan topi. Adapun busana Badut Bul terdiri
dari sampur, kain panjang yang dibuat buntalan, celana panjang dan topi. Badut
Bul tidak mengenakan kaos karena menggambarkan sosok laki-laki.
Iringan Musik Karawitan
a. Karawitan Sekar
Karawitan Sekar merupakan salah satu
bentuk kesenian yang dalam penyajiannya lebih mengutamakan terhadap unsur vokal
atau suara manusia. Karawitan sekar sangat mementingkan unsur vokal.
b. Karawitan Gending
Karawitan
Gending merupakan salah satu bentuk kesenian yang dalam penyajiannya lebih
mengutamakan unsur instrumental atau alat musik. KARAWITAN VOKAL/SEKARAN
Yang
dimksud dengan karawitan vokal atau lebih dikenal dalam karawitan Sunda dengan
istilah Sekar ialah seni suara yang dalam substansi dasarnya mempergunakan
suara manusia. Tentu saja dalam penampilannya akan berbeda dengan bicara biasa
yang juga mempergunakan suara manusia. Sekar merupakan pengolahan yang khusus
untuk menimbulkan rasa seni yang sangat erat berhubungan langsung dengan indra
pendengaran. Dia sangat erat bersentuhan dengan nada, bunyi atau alat-alat
pendukung lainnya yang selalu akrab bertdampingan
Pada
kehidupan orang Sunda pada masa lalau sejak mereka lahir secara tidak langsung
telah didekatkan dengan alunan sekar. Sejak mereka lahir sang ibu menimang,
meninabobokan dengan menggunakan sekar. Dalam mengajak bermain, dalam
tahap-tahap mulai belajar bicara, belajar berjalan, sekar sangat sering
didengarkan oleh orang tua atau pengasuhnya. Itulah sebabnya lagu-lagu dalam
meninabobokan atau ngayun ngambing anak selalu populer dari masa ke masa, dalam
arti kelestariannya terlihat karena selalu dilakukan dari generasi ke generasi.
Seperti
telah diterangkan di atas, sekar mempunyai kedudukan yang tersendiri dalam
kehidupan karawitan, walaupun pada dasarnya sekar berbeda dengan bicara biasa,
sekar sangat dekat bahkan terkadang sangat dominant dengan lagam bicara atau
dialek. Dialek Cianjur, Garut, Ciamis, Majalengka dalam mengungkapkan
percakapan seringkali seolah-olah bermelodi seperti bernyanyi. Oleh karena
kesan dialek yang sangat erat itulah kiranya banyak orang luar daerah Sunda
yang secara tidak langsung menyebutkan bahwa cara bicara orang Sunda seperti
bernyanyi. Memang erat dengan penggunaan kata-kata di dalamnya tetapi kata-kata
dalam sekar telah diolah sedemikian rupa sehingga berbentuklah penampilan
secara utuh menjadi sebuah komposisi lagu. Dengan demikian, jelaslah bahwa kata
dalam kedudukan sekar merupakan salah satu alat pengungkap masalah atau tema
yang diketengahkan. Kata yang sama dapat diungkapkan dalam berbagai
lagu/melodi, menurut kehendak rasa seni si pencipta itu sendiri. Akan tetapi
tanpa disadari bahwa terkadang dalam kehidupan sekar tidak selalu dipergunakan
kata secara utuh, sering terdengar suara bunyi dijadikan lagu. Hal ini sering
terjadi dalam lagu-lagu tertentu, misalnya hanya mempergunakan bunyi a saja
atau nang neng nong atau hm dan lain-lain. Penggunaan kata yang tidak jelas
sering didapati apabila bersenandung atau ngahariring/hariring.
Dari
kesimpulan itu, dapatlah ditarik beberapa hal yang sangat erat bertalian dengan
sekar, yaitu: Lagam bicara dialek adalah khas daerah tertentu dalam berbicara
sehari-hari yang dari ungkapannya dapat kita tarik satu garis melodi yang
sangat erat bertalian dengan nada. Contoh dapat ditemukan dalam kata Punten,
Masya Allah di daerah Cianjur. Khusus untuk lagam bicara ini dalam gending karesmen,
sering ditemukan teknik bernyanyi dan lagu yang dipergunakan dalam dialog yang
secara utuh mempergunakan lagam bicara. Hanya dalam pengungkapannya dilakukan
lagam bicara. Jadi, dia berbicara dalam nada. Sifatnya kebanyakan datar atau
melengking tinggi. Lagu yang demikian dikenal dengan sebutan sekar biantara
(nyanyian bicara). Dalam pergelaran wayang golek sangat terasa sekali dalam
memerankan/antawacana tokoh-tokoh tertentu yang selalu mempergunakan lagu
bicara, sangat terasa pula dalam nyandra.
Contoh
kata-kata yang sangat lekat dengan lagu dalam lagam bicara antara lain:
a)
Pun……ten
b)
Sorangan bae yeuh…….!
c)
Tunjuk-tunjuk hey, sakali deui…hey!
Dalam
pergelaran wayang golek, hal ini akan terasa pada tokoh Semar, misalnya pada
biantara di bawah ini:
Aduh
aduh ngeran
Sumangga
ieu abdi lurah Semar Kudapawana nyanggakeun sembah pangbakti
Ageung
alit kalepatan mugia ngahapunten, Ngeran……..
Beberapa
sebutan yang berkaitan dengan sekaran
1.1.
Ngahariring (Senandung)
Sifat
dari ngahariring biasanya dibawakan secara halus sekali, pemakaian kata dalam
lagu lebih menonjol kata bunyi. Pengertian halus disini lain sekali dengan
dinamika lagu. Halus dalam membawakan hariring adalah makna dari sikap yang
cenderung bernyanyi untuk diri sendiri. Ngahariring dalam kehidupan sehari-hari
sangat erat hubungannya dengan pengisi jiwa sambil bekerja. Ngahariring dapat
bersifat improvisasi ataupun lagu yang telah ada. Kata bekerja lain dari
ngaharirirng adalah bersenandung dengan volume suara yang halus, lunak agar
penampilannya itu tidak berisik sehingga mengganggu orang lain. Sering pula hal
ini terjadi bila seseorang sedang mempelajari lagu yang belum dikuasai. Suasana
ngahariring timbul lebih cenderung dalam keadaan gembira sambil bekerja. Dalam
penampilannya, ngahariring dapat saja menjadi lain, hal ini tergantung dari
kalimat yang dipergunakan.
Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa ngahariring adalah bernyanyi hanya ungkapannya
lebih dalam untuk diri sendiri atau dengan kata lain kesannya lebih subjektif.
1.2.
Ngahaleuang
Pada
dasarnya ngahaleuang berarti bernyanyi. Haleuang berarti nyanyian/sekar. Kalau
dilihat dari sifat penyajiannya ngahaleuang terasa lebih terbuka, lebih keluar
dan lantang. Jadi, pengaruh terhadap surupan itu sendiri sangat kuat sekali.
Lagu-lagu Tembang sangat jarang ditafsirkan sebagai ngahaleuang. Dilihat dari
tempo lagu, biasanya istilah ngahaleuang banyak mempergunakan tempo sedang.
1.3.
Galindeng
Kata
Galindeng erat sekali dengan sekar, bahkan sering sekali menunjukan arti suara
dari seorang penyanyi yang biasanya lebih tepat pada suara-suara yang empuk,
halus. Ngagalindeng artinya suara (nyanyian) yang dibawakan secara penuh
perasaan, terutama pada suara-suara (bagian melodi) yang penuh dengan mamanis
(kembangan-kembangan)
1.4.
Babaung
Penempatan
kata babaung adalah tahap kata yang kasar untuk bernyanyi. Biasanya kalau
suaranya tidak enak atau membetulkan agar nyanyiannya dilakukan yang benar. Itu
pun terbatas pada kelakar atau sindiran tertentu saja, dilakukan pada orang
yang lebih muda atau sesama yang sudah akrab.
1.5.
Kakawihan dan Tetembangan
Walaupun
pada dasarnya Tembang dan Kawih berbeda lagam, pengertian kakawihan dan
tetembangan mempunyai arti yang sama. Kakawihan atau Tetembangan ialah
menyanyikan lagu dengan cara-cara seenaknya, cenderung mengisi suasana untuk
diri sendiri. Sebagai contoh ketika sedang mandi, sedang berdandan, melakukan
pekerjaan dan lain-lain. Lagunya yang telah hapal atau sering pula diberi
improvisasi-improvisasi spontan.
Pembagian Sekar Menurut Bentuk
Menurut
bentuk ditinjau dari penggunaan irama, karawitan sekar dibagi dua bagian besar
yaitu: Sekar Irama Merdeka (bebas irama) dan Sekar Tandak (ajeg, tetap)
2.1.
Sekar Irama Merdeka
Yang
dimaksud dengan sekar irama merdeka ialah sekar (vokal, nyanyian) yang dalam
membawakan lagunya tidak terikat oleh irama. Panjang pendeknya dalam membawakan
lagu, terutama pada bagian-bagian frasa lagu (kenongan, goongan) bebas menurut
keinginan juru sekar itu sendiri. Walaupun demikian, bukan berarti bahwa
kebebasan itu bisa berlanjut panjang tanpa ketukan sama sekali, ketukan masih tetap
ada, hanya sifatnya semu yang bersatu dalam ungkapan perasaan pada waktu
membawakan lagunya. Para tokoh tembang lebih cenderung menyebutnya dengan
istilah wirahma.
Lagu-lagu
yang dibawakan sekar irama merdeka biasanya bersifat lagu anggana (solo) dengan
melodi lagu yang masih bisa dikembangkan oleh pribadi-pribadi penyanyi terutama
dalam menghias mamanis-mamanisnya. Mamanis-mamanis itu akan terasa pada
senggol-senggol atau pedotan kenongan dan goongan lagu. Dikenal beberapa
istilah seperti: Leot, Cacag, Galasar, Reureueus, Gedag dan lain-lain.
Materi-materi
sekar yang terdapat pada kelompok sekar irama merdeka antara lain: Tembang,
Beluk, Kakawen.
Komentar
Posting Komentar