SENI PERTUNJUKAN DAN RUANG PERTUNJUKAN BUROK



     Seni pertunjukan adalah sebuah keahlian atau keterampilan yang memiliki nilai keindahan dan makna khusus yang dikomunikasikan dengan cara dipertontonkan pada suatu ruang pertunjukan kepada penonton. 

     karya seni baru dapat dikatakan indah apabila dapat menyampaikan suatu pesan yang bermakna sesuai dengan maksud dan tujuan dari pembuat/pemrakarsa karya seni kepada pihak lain. Seni pertunjukan tradisional bukan sekadar hasil produk yang bertumpu pada logika dan estetika perseorangan saja seperti yang terjadi pada seni pertunjukan modern, melainkan seni pertunjukan yang mengandung nilai-nilai dari peradaban nenek moyang suatu kelompok masyarakat yang diwariskan secara turun-temurun sehingga seni pertunjukan tersebut menjadi milik kelompok masyarakat tersebut secara bersama-sama (komunal) sampai saat ini. 

  Semua negara di dunia memiliki seni pertunjukan tradisional. Sebagian besar bermula dari mimesis/peniruan gerak alam yang pada awalnya dilakukan untuk fungsi ritual, yaitu penyembahan kepada hal yang dianggap lebih berkuasa, misalnya roh nenek moyang. Sejalan dengan perkembangan zaman, kebanyakan fungsi ritual bergeser menjadi fungsi hiburan, estetis, kebanggaan diri, bahkan ekonomis. 

     1.  Karakter Masyarakat dan Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Barat.
Seni pertunjukan tradisional Indonesia mendapat pengaruh dari budaya India, Cina,agama Hindu, Budha, dan Islam. Kemudian, seni pertunjukan tradisional mendapat pengaruh negara Barat akibat modernisasi, globalisasi dan penjajahan.

  pertunjukan tradisional yang dipertunjukkan kepada rakyat umum biasanya diadakan di lapangan terbuka atau alun-alun. Ada juga seni pertunjukan yang ditampilkan dengan cara diarak berkeliling kampung atau kota. Selain diadakan di luar ruangan, ada juga seni pertunjukan tradisional yang diadakan di dalam rumah atau keraton di ruangan profan-sakral sehingga pria maupun wanita bisa menonton bersama.Masyarakat Jawa Barat sebenarnya tidak hanya terdiri atas suku Sunda, tetapi ada yang berasal dari etnis lain atau bercampur dengan etnis lain misalnya Jawa, Melayu Betawi dan Kanekes (Baduy). 

     Penduduk Jawa Barat tradisional merupakan masyarakat yang bercocok tanam dengan cara ngahuma (berladang) yang sering berpindah tempat tinggal jika wilayah perladangan sudah tidak subur. Semangat kebebasan, kesederhanaan budaya, dan tidak menumpuk kekayaan merupakan bagian tata nilai hidup mereka. Kebiasaan nomaden tersebut merupakan penyebab utama sedikitnya peninggalan sejarah kuno Jawa Barat seperti candi, bangunan tradisional yang masif, naskah-naskah tertulis, dan jumlah alat musik yang dipakai dalam seni pertunjukan Jawa Barat. 

     Seni pertunjukan yang berkembang di Jawa Barat sangat dipengaruhi nilai hidup dan karakter masyarakat Sunda yang merupakan masyarakat mayoritas di Jawa Barat. Karakter dan filosofi hidup masyarakat Sunda sebenarnya tidak dapat digeneralisasi karena tergantung pada kelompok dan individu masing-masing. Namun secara garis besar, karakter yang dimiliki mayoritas masyarakat Sunda dan seni pertunjukannya adalah: 
1. Silih asih, silih asah, silih asuh
2. Mencintai dan menyatu dengan alam sekitarnya. Alam dianggap sebagai sumber kehidupan.
3. Religius dan berke-Tuhanan. Kepercayaan yang diyakininya selalu 
dipegang teguh.
4. Bersifat keseharian dan sederhana. Dalam seni pertunjukan, lakonnya sering mengisahkan tentang kehidupan sehari-hari yang menyatu dengan kehidupan penonton sehingga properti, busana, dan tata rias khusus sangat jarang digunakan. 
5. Seni pertunjukannya merupakan paduan dari berbagai unsur seni pertunjukan misalnya tari,bela diri, lakon/drama, musik, dll.
6. Bersifat akrab. Hal ini disebabkan adanya filosofi menyatunya alam dan Yang Maha Kuasa dengan manusia lewat seni pertunjukan sebagai mediumnya, serta jumlah penduduk dalam suatu perkampungan masyarakat berladang sedikit.
7. Dinamis, senang mencoba hal baru, mudah beradaptasi dan mengantisipasi perubahan zaman, 
8. Polos, lugu, jujur, sederhana dan apa adanya.
9. Santai dan penuh humor karena keadaan alamnya yang begitu subur, tidak perlu terlalu banyak usaha sehingga hidup menyenangkan.
10. Dekat dengan ibu, sangat memuja ibu/wanita. Hal ini dipengaruhi kepercayaan asli masyarakat Sunda yang menganggap alam sebagai ibu.

     2.  Jenis Seni Pertunjukan Tradisional Jawa Barat
Seni pertunjukan tradisional Jawa Barat dapat kita golongkan secara umum berdasarkan unsur yang paling dominan dalam pertunjukannya yaitu sebagai berikut:
1. Pertunjukan lakon/cerita: pertunjukan yang menceritakan peristiwa sejarah, dongeng, mitologi, atau kehidupan sehari-hari lewat akting pemainnya. Contoh: Uyeg, Longser, dan Wayang Golek
2. Pertunjukan tari dan bela diri: pertunjukan yang menceritakan suatu kisah, filosofi atau mimesis lewat gerakan yang tertata berdasarkanaturan tertentu berupa tari atau bela diri. Contoh: Tari Tradisi (Ketuk Tilu, Ronggeng Gunung, Tari Topeng, Bela Diri (Benjang, Pencak Silat).
3. Pertunjukan musik: pertunjukan yang mengekspresikan/ menceritakan perasaaan, kisah, atau karakter masyarakat lewat alunan nada alat musik atau suara manusia. Contoh: Angklung, Calung.
4. Pertunjukan helaran: pertunjukan yang dipentaskan secara berarak￾arakan berpawai di sepanjang jalan sambil berkeliling kota atau kampung. Contoh: Sisingaan dan Burokan.

     Desa Sarireja adalah desa paling selatan dari kecamatan Tanjung dan langsung berbatasan dengan Kecamatan Banjarharjo. Desa ini merupakan desa yang paling unik di kabupaten Brebes karena desa ini memiliki dua bahasa yaitu bahasa sunda dan jawa, sebagian penduduk berbahasa sunda dan sebagian lagi berbahasa Jawa. kebudayaan desa sarireja pun lebih banyak mengadopsi dari kebudayaan sunda seperti wayang golek, jaipong, dan ada salah satu hasil budaya kesenian desa sarireja yang menjadi ciri dan kebanggaan desa Sarireja yaitu kesenian Burok. 

     Kesenian Burok adalah kesenian yang tokoh utamanya adalah seekor kuda yang berwajah seperti seorang wanita yang cantik jelita dan mempunyai dua sayap dibadannya. Pertunjukan Burokan biasanya dipakai dalam beberapa perayaan, seperti Khataman, Sunatan, perkawinan, Marhabaan dll. Biasanya dilakukan mulai pagi hari berkeliling kampung di sekitar lokasi perayaan tersebut. 

     Adapun boneka-boneka Badawang di luar Buroq, terdapat pula boneka Gajah, Macan, dll. Di mana sebelumnya disediakan terlebih dahulu sesajen lengkap sebagai persyaratan di awal pertunjukan. Kemudian ketua rombongan memeriksa semua perlengkapan pertunjukan sambil membaca doa. Pertunjukan dimulai dengan Tetalu lalu bergerak perlahan dengan lantunan lagu Asroqol (berupa salawat Nabi dan Barzanji). Rombongan pertunjukan masih berjalan ditempat, setelah banyak masyarakat yang datang rombongan mulai bergerak dan semakin lama semakin meriah karena masyarakat boleh turut serta menari berbaur dengan para pelaku, sementara kalau dalam acara khitanan, anak sunat dinaikan ke atas Burok dengan pakaian sunat lengkap dan tampak dimanjakan. Sementara anak-anak desa yang ingin naik boneka-boneka Gajah, Macan, Kuda, Kera, dll. Dipungut uang antara Rp. 500-1000. Pada saat arak-arakan, lagu-lagupun berubah tidak lagi lagu Asroqol tetapi lagu-lagu tarling, dangdutan, Jaipongan, seperti Limang Taun, Sego Jamblang, Jam Siji Bengi, Sandal Barepan, Garet Bumi, Sepayung Loroan, Kacang Asin, Tilil Kombinasi, bahkan lagu-lagu yang sedang popular, misalnya Pemuda Idaman, Melati, Mimpi Buruk, Goyang Dombret dll.

     Sepanjang pertunjukan Burokan, tetap boneka Buroq lebih menarik, rupanya yang cantik, dan gerakan-gerakan kaki para pelaku yang bergerak mengikuti irama musik, menjadi disukai masyarakat. biasanya kesenian burok digunakan untuk memeriahkan acara - acara khitanan, menikah, ulang tahun atau acara - acara yang diselenggarakan oleh desa.

3.  Ruang Pertunjukan Tradisional Jawa Barat
Tidak seperti pembagian ruang dalam dunia seni pertunjukan Barat, pembagian ruang pertunjukan tradisional di Jawa Barat tidak terlalu kompleks. Ruang pertunjukan yang sering digunakan oleh masyarakat tradisional Jawa Barat untuk menampilkan seni pertunjukan tradisionalnya adalah:
     a. Lapangan/area terbuka


  Biasanya lapangan/area terbuka yang dipergunakan adalah alun-alun, tanah kosong, pekarangan rumah, atau lahan kosong dekat tempat keramat tertentu.Penonton berdiri atau duduk di sekitar para pelaku pertunjukan. Apabila diadakan pada malam hari, penerangan berasal dari cahaya bulan serta oncor (semacam obor) berkaki tiga yang diletakkan di tengah tempat pertunjukan.
     b. Teras dan bagian tengah rumah


     Rumah yang digunakan adalah rumah milik masyarakat awam dengan konsep dan penggunaan mirip dengan peringgitan pada masyarakat priyayi Jawa. Rumah Jawa Barat dibagi menjadi tiga bagian yaitu teras (profan/publik), ruang tengah (profan-sakral/semi publik), dan dapur (sakral/privat). Ruang teras digunakan para pria, ruang tengah bisa digunakan pria dan wanita yang sudah akrab dengan keluarga tersebut, sedangkan ruang belakang khusus digunakan para wanita dan tamu khusus yang dianggap dekat dengan keluarga tersebut. Pertunjukan bisa diadakan di ruang tengah, yaitu ruang dimana para penonton dari segala jenis kelamin boleh bergabung dan mengelilingi pemain untuk menyaksikan pertunjukan di tengah ruangan.

   c. Pendopo (pendapa)



     Pendopo adalah ruang pertemuan khusus milik keluarga ningrat/pejabat/raja yang biasa hanya digunakan untuk acara sakral dan terhormat. Atap pendopo biasanya terdiri atas tiga tingkat, melambangkan dunia atas-tengah-bawah. Demikian pula, lantainya biasanya berundak (daerah yang dianggap mandala dan digunakan untuk pertunjukan berada di tingkat lebih tinggi). Penggunaan pendopo di Jawa Barat dimulai sejak zaman Mataram dan Majapahit karena adanya keharusan kerajaan kecil/karesidenan yang dijajah menggunakan kebiasaan hidup priyayi Jawa. 

   d. Balendongan (balandongan)



   Balendongan adalah balai/ruang serba guna khas Jawa Barat. Atapnya yang satu tingkat (horizontal) dengan bentuk memanjang merupakan ciri masyarakat tani ladang yang mementingkan keakraban sesamanya. Ruangan dibagi secara horizontal yaitu depan (profan/publik), tengah (profan-sakral/semi publik), dan belakang (sakral/privat). Balendongan merupakan bangunan sementara berbentuk persegi panjang yang dibuat untuk keperluan pesta atau perayaan. Balendongan berlantaikan tanah, tetapi apabila digunakan untuk tempat pertunjukan, lantai dipertinggi sehingga berfungsi sebagai panggung. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ASAL USUL KESENIAN BUROK

KETERKAITAN KESENIAN BUROK DENGAN AGAMA ISLAM

RAHWANA