Seni Dan Religi


Seni Dan Religi
Pengertian seni dapat ditelusuri dari awal yaitu dari kata seni itu sendiri. Menurut Jazuli (2008:45) bahwa seni merupakan ekspresi keindahan kolektif dan belum ada seni sebagai ekspresi pribadi. Ungkapan Jazuli selanjutnya yaitu konsep seni yang berkembang di tengah masyarakat terkait dengan persoalan ekspresi, indah, hiburan, komunikasi, keterampilan, kerapian, kehalusan, dan kebersihan. Selain itu Jazuli mengungkapkan seni merupakan cermin kepercayaan atau pandangan dari manusia yang menciptakan karya seni, termasuk alasan yang mendasari suatu penciptaan karya seni dan makna keindahan yang terkandung dalam karya seni yang bersangkutan. Kesenian sebagai sistem dapat dirinci dalam unsur-unsur pembentuk sistem tersebut. Sistem kesenian apabila diidentifikasikan dengan pranata kesenian, komponen-komponen pembentuk kesenian tersebut adalah; (1) perangkat nilai-nilai dan konsep-konsep yang merupakan pengarang bagi keseluruhan kegiatan berkesenian (baik dalam membuat maupun menikmati kesenian); (2) para pelaku dalam urusan kesenian, mulai dari seniman perancang, seniman penyaji, pengayom dan penikmat; (3) tindakan-tindakan berpola dan tersetruktur dalam kaitannya dengan seni; (4) benda-benda yang terkait dengan proses berkesenian, baik yang digunakan sebagai alat maupun dihasilkan sebagai karya seni, (Sedyawati 2007: 126). Seni menurut Wadiyo (2008: 58) adalah 8 ekspresi budaya manusia senantiasa hadir sebagai ekspresi pribadi dan ekspresi kelompok sosial masyarakat manusia berdasar budaya yang diacungnya, yang dari itu dapat digunakan atau dimanfaatkan oleh orang perorangan atau kelompok sosial masyarakat manusia sebagai sarana interaksi sosial. Kata religi, berasal dari kata religiusitas, secara etimologi berarti ikatan, yaitu ikatan antara seseorang atau manusia dengan Yang Maha Tinggi, Yang Maha Abadi, Yang Maha Tunggal dan Yang Tanzih atau Transendan, (Hadi 2000:401). Muhamad Iqbal (dalam Hadi 2000:402), menyebutkan beberapa ciri pengalaman religius, diantaranya: 1) merupakan kesadaran intuitif tentang kehadiran yang Tunggal; 2) memberi pengaruh pada jiwa berupa kesadaran melihat segala sesuatu di dalam hidup ini sebagai kesatuan yang harmonis dan menyeluruh; 3) lebih merupakan perasaan atau suasana hati, namun di dalamnya ada unsur kognitif, yaitu pengenalan terhadap Sang Wujud. Kepercayaan dan agama dapat diartikan juga sebagai religi, menurut Ramli (2003:21) menyatakan bahwa agama menurut bahasa berasal dari bahasa sansekerta yang terdiri dari dua kata yaitu a : tidak, gama : kocar-kacir. Jadi agama berarti tidak kocar-kacir yakni teratur, sedangkan agama menurut istilah adalah risalah yang disampaikan Allah kepada rasul pilihan Allah sebagai petunjuk dan pedoman bagi manusia untuk kebahagiaan dan kesejahteraan hidupnya baik di dunia maupun di akhirat yang berisi aturan keimanan, hukumhukum, tata nilai dan norma untuk diaplikasikan dalam menyelenggarakan tata cara hidup yang nyata baik hubungan manusia dengan Allah maupun hubungan manusia dengan sesama manusia serta alam sekitar. 9 Para sarjana antropologi dalam Ramli (2003:24), sejak abad ke-19 agama merupakan fenomena universal yang dapat ditemukan dalam setiap masyarakat, kapan dan dimana saja. Ramli mengungkapkan hal lain yaitu agama tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, kata-kata fitrah Allah, ulama menafsirkan ayat ini bahwa setiap manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah, artinya setiap orang memiliki potensi beragama yang inheren dalam dirinya. Kebutuhan manusia akan agama karena manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri disebabkan banyak kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi oleh diri sendiri, oleh karena itu manusia butuh agama untuk mengatur kehidupan manusia, karena agama berisi peraturan-peraturan yang harus dipenuhi dan ditaati oleh manusia. Kata religiusitas, apabila dikenakan dalam seni dapat diartikan sebagai karya-karya yang mengungkapkan atau suasana adanya ikatan atau keterkaitan jiwa manusia, bahkan ketergantungan atau penyerahan kepada Yang Maha Tinggi, yakni Yang Maha Kuasa (Hadi 2000: 401). Contoh suatu karya seni yang disebut karya religi menurut Imam Al-Ghazali (dalam Hadi 2000: 402) yaitu lagu dan syair dalam konser musik kerohanian yang biasa digelar para Sufi untuk mencapai kekhusyukan religius, uraian tersebut dapat dirujuk pada pembacaan qasidah, ghazal, rawatib atau nasyid, yang dapat memberikan suasana religius kepada pendengar. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian religi adalah suatu kepercayaan atau agama terhadap Yang Maha Tunggal, Yang Maha Abadi, Yang Maha Kuasa. Seni dalam religi berarti suatu karya yang bermutu yang memiliki hubungan religi dalam penciptaan ataupun hasil karya seni yang dihasilkan. Seni 10 itu berkembang sesuai perkembangan jaman masing-masing agama yang dianutnya. Dimana setiap agama pun membatasi seni-seni yang muncul dari masyarakat itu sendiri. Seni dan agama saling berhubungan yang mana pada kemunculan agama tidak terlepas dari sebuah karya seni, bahkan kemunculan seni itu karena pengaruh agama yang ada dalam lingkungan.
Kemunculan seni Burokan berdasarkan tuturan para senimannya berawal dari sekitar tahun 1934 seorang penduduk desa Kalimaro Kecamatan Babakan bernama abah Kalil membuat sebuah kreasi baru seni Badawang (boneka-boneka berukuran besar) yaitu berupa Kuda Terbang Buroq, konon ia diilhami oleh cerita rakyat yang hidup di kalangan masyarakat Islam tentang perjalanan Isra Mi’raj Nabi Muhamad SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha dengan menunggang hewan kuda bersayap yang disebut Buroq. Di samping itu dalam beberapa kesaksian orang-orang di Cirebon, selain dalam cerita rakyat, masyarakat Cirebon dikenalkan pula sosok Buroq ini dalam lukisan-lukisan kaca yang pada waktu itu cukup popular dan dimiliki oleh beberapa anggota masyarakat di Cirebon. 

Lukisan kaca tersebut berupa Kuda sembrani (bersayap) dengan wajah putri cantik berwajah putih bercahaya. Pendek kata orang Cirebon tak merasa asing terhadap figur Buroq ini. Maka Kalil melalui kreativitasnya melahirkan sebuah Badawang baru yang diberinama Buroq, sementara keseniannya diberi nama seni genjring Buroq. Di dalam perkembangannya dari Kalil sampai generasi keempat seni Genjring Buroq semakin digemari masyarakat, bahkan tersebar ke pelbagai daerah di luar Cirebon, seperti Losari, Brebes, Banjarharjo, Karang Suwung, Ciledug, Kuningan, dan Indramayu. Dewasa ini Burokan yang menonjol adalah Genjring Burok Gita Remaja dari desa Pakusamben yang dipimpin Mustofa (bukan keturunan Kalil) sejak 1969 sampai sekarang.

Kesenian Burok yang banyak mengalami perubahan sesuai perkembangan jaman, tidak menghilangkan nilai Islami dalam kesenian Burok ini. Kesenian yang terbentuk karena pengaruh agama Islam ini membawa ajaran Islam untuk masyakarat. Seni Islam merupakan ekspresi tentang keindahan wujud dari isi pandangan Islam tentang alam dan kehidupan manusia. Bentuk-bentuk yang terdapat pada kesenian Burok merupakan keindahan yang diciptakan oleh para seniman. Keindahan yang diciptakannya melihat sejarah perjalanan Nabi Muhammad SAW, sehingga kesenian burok ini tidak lepas dari nilai atau unsur Islami. Unsur-unsur Islam yang ada dalam seni berbeda-beda antara seni yang satu dengan seni yang lain. Nilai- nilai Islami dalam kesenian Burok “Nada Buana” masih ada yang terlihat. Lebih dari satu unsur Islam yang terkandung di dalamnya, berikut adalah niali-nilai Islami yang ada dalam kesenian Burok “ Nada Buana”. 1. Nilai Islam pada bentuk boneka Burok dan bentuk boneka yang lain Konon kesenian Burok diilhami oleh cerita rakyat yang hidup dikalangan masyarakat Islam tentang perjalanan Isra Mi’raj dari masjidil Haram ke masjidil Aqsha dengan menunggang hewan kuda bersayap yang disebut Burok, dan kata “buraq” itu adalah istilah yang dipakai dalam Al quran dengan arti “kilat” termuat pada surat Al Baqarah ayat 20 dengan istilah aslinya “Barqu” wawancara ustadz Syukur 12 juli 2013. Kesenian Burok yang dipertunjukan memiliki makna syukuran bagi yang menanggap kesenian Burok ini, mengandung ajaran Islam untuk bersyukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rizkinya. Kesenian Burok yang dipertunjukan memiliki keindahan, sedangkan dalam konsep keindahan berarti rasa menggembirakan, menyenangkan, memuaskan dan dihargai.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

ASAL USUL KESENIAN BUROK

KETERKAITAN KESENIAN BUROK DENGAN AGAMA ISLAM

RAHWANA